Pare, Senin 9 juni
2014
My first day, in poli
bedah mulut RSUD pare Kediri. Ada satu hal yang saya suka dari hawa
kediri, mirip dengan kampung halaman saya di Gresik yakni terik matahari dan
keadaan panas kering yang membuat saya lebih berkeringat, bersemangat , dan
lebih hidup. Tinggal di sebuah rumah yang memiliki fasilitas lengkap, tak ada
alasan yang membuat saya tidak nyaman kecuali keadaan yang mengharuskan saya
memakai jilbab dalam rumah, but it’s not a big matter. Sejak mendengar
pengalaman kakak tingkat tentang gambaran stase bedah mulut diisini, rasanya
jantung saya berdetak lebih cepat, darah saya bergejolak, mengalami turbulensi,
metabolisme tubuh saya meningkat, tak sabar menunggu hal-hal yang saya sukai,
materi yang saya kagumi dan bayangkan sejak lama sebentar lagi tidak hanya
sekedar teori tapi saya bisa langsung belajar ke guru yang paling berharga
yakni ‘pasien’. Keadaan tersebut makin menjadi-jadi ketika saya tahu hari
pertama ini kami ber-enam dan juga 4 orang kakak tingkat diperbolehkan menjadi
observer dalam baksos operasi cleft lip and palate, kerjasama FKG unair
dan rumah sakit Pare kediri.
Kami
berangkat dijemput mobil salah satu rekan yang berdomisili di Kediri lalu
langsung melangkah ke poli BM. Disambut oleh bu Hesti, perawat BM yang ramah
luar biasa. Kami diminta segera ganti baju OK dan langsung ke ruang OK lewat
pintu belakang. Baju OK ini adalah sebuah setelan baju dan celana super
longgar warna hijau gelap yang dipadu padankan dengan topi pelindung kepala dan
sepatu selop. Sensasi dada berdegup kencang kembali saya rasakan setelah
memakainya. Selanjutnya hal-hal yang biasanya hanya saya lihat di medical drama
berturut-turut muncul seperti ruang OK dengan berbagai peralatannya,dokter
anestesi, dokter bedah mulut, dokter bedah plastik ,residen bedah mulut,
perawat yang sibuk dan berlarian dengan tugasnya masing-masing. Hanya kami 10
observer yang paling merasa menjadi pengangguran karena memang tidak punya
tugas. Seakan dijidat kami tertulis “abaikan saja aku”. Tapi tidak apa-apa,
makin diabaikan saya makin nyaman mengobservasi segala hal.
Setelah
briefing dan doa bersama jam menunjukkan pukul 9 pagi, semua orang berlarian
semburat, para residen membagi-bagi alat-alat yang sudah disterilkan dalam pack
dan tersimpan dalam box-box besar. Terdapat 4 ruang OK yang digunakan
yakni nomer 1,3,5, 6 untuk 12 pasien dengan kasus masing-masing bersiap di
ruang tunggu. Foto dan data pasien ditempel di dinding. Yang membuat saya
begidik, para residen ini selain mereka calon dokter bedah, mereka adalah para event
organizer yang handal. Bagaimana tidak, ketika saya menjadi panitia baksos
yang kegiatannya hanya tensi gratis atau pemeriksaan mulut biasa, persiapannya
sudah lumayan ribet dan melelahkan sedangkan ini adalah sebuah baksos operasi
yang melibatkan banyak operator, peralatan dan bahan sedemikian banyak, alur
yang rumit dan tentunya biaya yang tidak sedikit. Saya bertemu begitu banyak
residen bedah mulut FKG UNAIR, dari sekian banyak itu hanya dua orang yang
perempuan, yap! dua orang perempuan tangguh dan dari sekian banyak itu tak satupun
yang bisa diajak kenalan karena memang tidak sempat. Mereka adalah dokter
residen yang luar biasa kemauan belajarnya, walaupun sudah menjadi dokter saya
bisa melihat wajah-wajah “haus ilmu” yang meskipun lelah tetap sumringah karena
mendapat pengalaman dari dokter senior. Berkaca dari hal ini, saya yang masih
menjadi koas jelata dan tidak tahu apa-apa ini, bagaimana boleh dengan bodohnya
menyia-nyiakan waktu belajar yang berharga.
Sembari
menunggu operasi dimulai, saya berkeliling mengamati wajah para pasien yang
kebanyakan para bayi dan balita. Ah, saya selalu seperti ini. Mana boleh
terharu begini? Bagi saya semua dokter adalah orang baik atau setidaknya mereka
selalu berusaha untuk menjadi orang baik. Karena hanya orang baik yang dititipi
Tuhan ilmu untuk membantu orang lain, menyembuhkan orang lain. Saya bayangkan
betapa operasi ini akan mengubah harapan orang tua akan masa depan anaknya.
Setelah operasi,bayi dan balita ini dapat makan minum dengan lebih baik, tumbuh
besar dengan percaya diri membayar semua keringat para dokter hari ini. Dalam
pemikiran saya, semua pekerjaan halal adalah mulia, tapi keinginan menjadi
dokter bedah mulut kelak (jika Allah mengizinkan) bukan sekedar pekerjaan bagi
saya, melainkan cara yang unik, spesial dan tentunya saya sukai untuk membantu
orang lain lebih
banyak.
Operasi
dimulai, kami bersepuluh menyebar dan saya kebagian di ruang 3 bersama mbak
Etika. Pasien pertama balita perempuan usia 5 tahun berat 15 kg
masuk OK dengan digendong dokter anestesi, infus masuk melalui vena yang
ada di kaki (vena dorsalis pedis) kemudian dibalut bidai kemudian dengan
bodohnya saya bertanya “pasiennya habis kecelakaan ya?” mungkin jika ada
residen atau dokter yang mendengarnya mereka tergelak sakit perut menahan tawa.
Setelah tersadar saya tiba-tiba ingin berubah jadi sandal selop *LOL.
Pasien
ini kemudian dilepas bajunya, dokter spesialis anestesi memasang mask dan
pasien segera tertidur pulas. Operator di ruang ini kebetulan adalah “Ayah”
kami yaitu drg. J. Widyastomo Sp. BM yang biasanya kami panggil dokter Wid.
Beliau adalah dosen yang wajahnya selalu nampak tersenyum. Penasaran betul saya
bagaimana bagaimana aksi dokter bedah senior yang pernah saya temui dalam
angkot kapan hari ini. Naik angkot, mengobrol tentang materi kuliah,
tentang pekerjaan saya di DPM (waktu masih menjabat sebagai DPM) hingga
mengajak saya untuk sarapan dari itu dapat saya simpulkan bahwa Beliau adalah
sosok yang sangat bersahaja.
Residen
bedah yang menjadi ass-op masih terlihat kikuk dan malu-malu untuk melakukan
desinfeksi intra oral. Dilanjut dengan pembuatan flap palatum hingga batas
posterior yang dilakukan dokter Wid. Lubang pada palatum ini akan ditutup
dengan mukosa yang dijahit sedemikian rupa. Di rumah sakit ini, dokter bedah
mulut dan dokter bedah plastik bekerja sama dengan baik sehingga sangat
memungkinkan pengaplikasian dua bidang yang sejalan dalam kasus-kasus tertentu
misalkan cleft lip and palate seperti ini. Alih-alih atmosfer yang
menegangkan, dokter Wid bekerja sangat tenang dan sesekali bercanda dengan yang
lain. Tidak ada suasana kritis mendebarkan seperti yang di medical drama.
Saya mengagumi betapa cekatannya beliau dalam bekerja.
Lantas
apa yang saya lakukan? Tentu saja mengobservasi. Tapi yang dapat saya lihat
hanyalah jari jemari operator dan asisten yang masuk dalam rongga mulut pasien
ditambah kerangka retraktor besi yang dengan gemilangnya menutupi pandangan
saya. Saya tidak menyerah, saya meliuk-liuk persis ikan lele terciprati garam
dan perlahan saya dapat merapat ke sebelah dokter anestesi yang sibuk
mem-bagging pasien secara berkala. Yap, akhirnya cukup jelas. Namun semenit
kemudian, nampaknya nasib baik belum menghampiri saya. Seorang perawat senior
menegur saya karena merasa risih dengan saya yang masih menggunakan baju luar
dibalik baju OK. “Kasian pasiennya mbak..”. Haruskah saya memberitahunya bahwa
ini hari pertama saya di Pare tanpa mungkin saya menyiapkan baju OK steril?
Tentu tidak perlu. Memang sih hampir semua perempuan berjilbab yang saya lihat
disini “rela” membuka lengan mereka karena tidak ada baju OK berlengan panjang.
Akhirnya saya mundur dan kembali ke posisi awal saya-tidak kelihatan apa-apa.
Satu jam setengah saya berdiri dan menikmati kesempatan berharga ini. Pasien
pertama dengan kasus cleft palate ini sangat mungkin menjalani operasi ulang,
karena jika post operative care- nya tidak benar, pasien terus-menerus
menangis, jahitan bisa jebol dan palate kembali berlubang.
Pasien
kedua adalah bayi perempuan berusia 1 tahun 5 bulan dengan kasus cleft lip D
incomplete, teknik labioplasti yang akan digunakan adalah Millard I
Technique. Saking antusiasnya, saya tidak sadar telah meliukkan leher dan
badan sedemikian rupa demi melihat tiap gerakan dan hasil tindakan operator
dengan lebih jelas sehingga cukup membuat leher saya kaku. Tidak kalah menarik
dengan yang pertama, poin besar yang menjadi pembelajaran bagi saya adalah
ketangkasan assisten bedah I dalam menyediakan area kerja yang memadai dalam
retraksi, suction maupun penjahitan sehihngga benar-benar memudahkan kerja
operator. impressive!
halooo.. mbak mau nanya kmrin pas di poli bedah mulut RSUD Pare proses operasinya gmn? maksudnya kalo 2 gigi yg perlu dioperasi operasinya di hari yg sama di hari berikutnya? info yaaa pleasee
BalasHapus