Barangkali menjelajah ke luar negeri adalah keinginan hampir semua orang.
Alasannya beragam, dari impian masa kecil hingga suatu tujuan yang direncanakan
sedemikian sistematis. Betapa tidak, ketika menjelajah ke berbagai tempat
di belahan bumi yang lain, mendapati latar budaya yang baru, bertemu berbagai
ras, suku, adat yang lain, kita akan menyelami sebuah ibrah
perjalanan dalam berbagai dimensi. Termasuk saya. Karena saya muslim,
tentu saya ingin pergi umroh dan Haji. Karena saya hobi baca novel Harry
potter, saya keranjingan pengen pelesiran ke UK. Karena membaca buku travelling
saya ingin sekali melihat megahnya Eiffel, betapa menjulangnya Al Burj-khalifa
di Dubai, betapa angkuhnya tembok Cina, bagaimana riuhnya atmosfer kehidupan
di New York, USA dan banyak lagi (biasa, manusia banyak maunya hhe)
Namun, bagi mahasiswa kedokteran gigi yang masih harus bernegosiasi panjang
dengan orang tua untuk membeli alat praktek seperti saya ini, melancong ke luar
negeri dengan alasan hanya untuk “mencari Ibrah” atau “pengen refresh
aja, sih” adalah sebuah keajaiban. Jika kata “keajaiban” dapat lebih
positif maknanya ketimbang kata “tidak-mungkin”. Bukankah sebagai Muslim yang
baik kita harus pandai menepis virus putus asa dalam jiwa kita?
Sejujurnya saya bukan orang yang mudah pesimis. Saya yakin nggak ada
susahnya bagi Allah swt untuk mengabulkan keinginan hambaNya apalagi hanya
melempar seseorang biar bisa “ke Luar negeri”. Nah jadi apa yang harus saya
lakukan? Kebetulan cukup banyak rekan, kakak kelas saya di FK yang sudah
berhasil ke luar negeri karena penelitiannya diikutkan sebuah kompetisi ilmiah.
Kebetulan bulan Maret 2014 lalu saya kelar mengerjakan tugas akhir. Maka
mulailah saya secara barbar browsing dengan keyword sakti “Call for
Paper” atau “International Scientific Competition” dan mengirim abstrak
penelitian saya ke beberapa event seperti IADH(Berlin), HKIDEAS (Hong Kong),
dan IADR (Turki). Penelitian ini kebetulan dikerjakan berkelompok. Saya dan tim
meneliti efek gel getah batang pisang Ambon untuk menyembuhkan luka gingiva.
Dua orang anggota tim saya telah berangkat ke Malaysia mengikuti oral
presentation dan mendapat 1st-Runner-up.
Masa menunggu pengumuman lolos ini bertepatan dengan dimulainya kehidupan
saya sebagai koas gigi. Alhamdulillah abstrak kami diterima di Berlin dan Hong
Kong. Tentunya hati saya berdegub membayangkan saya akan presentasi secara oral
di Berlin, sedangkan Hong Kong belum terlintas sekalipun saya akan bertandang
kesana. Karena putaran luar mengharuskan saya berpindah-pindah dari satu
puskesmas ke puskesmas lain, dari RS ke RS lain membuat saya sangat kesulitan
mengurus paspor dan proposal pengajuan dana (dekanat, rektorat, dikti). Hal-hal
seperti ini membutuhkan waktu, kesabaran, persistance. Akhirnya saya
putuskan ambil yang Hong Kong, walaupun mungkin kurang prestige karena
hanya poster presentation, tapi jika dihitung-hitung untuk mengurus visa
schengen, mencari sponsor untuk tiket pesawat dan pembiayaan lain tidak akan
dapat saya rampungkan. Belum lagi menunggu invitation letter untuk
mengajukan proposal. Dalam keadaan menjalani pendidikan di luar kota dan rekan
saya Oliv juga masih disibukkan dengan persiapan yudisiumnya, maka saya
berusaha menyiapkan segalanya dalam waktu kurang dari 1 bulan. Namun yang
Alhamdulilllah banget, rekan saya oliv ini seseorang yang super persistence
dan solutif sehingga segalanya bisa diperjuangkan bersama.
Acara HKIDEAS 2014 (Hong Kong International Dental Expo and Symposium) ini
baru diadakan 4 kali, selain ada poster competition juga ada expo peralatan
kedokteran gigi dan symposium yang materinya membuat saya tahan nafas saking
senangnya. Saya baca di website HKIDEAS dan browsing apapun tentang Hong Kong.
Rencananya kami akan izin tidak masuk koas selama 5 hari 21-25 Agustus 2014.
Berangkat transit di Malaysia, di Hong Kong 3 hari dan pulangnya transit di
Singapura. I’m excited!. Yang agak mengagetkan saya dan oliv adalah kami baru
tahu pada H-3 tiga orang dosen pengajar kami yakni drg. Yuanita M.Kes, drg
miftakhul cahyati Sp.PM dan drg .dyah nawang palupi M.Kes juga akan berangkat
ke Hong Kong untuk mengikuti event yang sama (ceritanya saingan sama dosen
sendiri LOL)
Segala persiapannya kami eksekusi dengan detail, maklum baik saya maupun
Oliv baru pertama kali ke luar negeri secara mandiri. Tanggal 20-nya selepas
merampungkan urusan poster ukuran 0,9 x 1,4 m yang akan dipresentasikan, kami
beranjak ke money changer diantarkan sahabat kami Provi, yang sebelumnya sudah
pernah mengikuti event serupa. Uang yang kami tukarkan menjadi beberapa pecahan
ringgit Malaysia, dolar Singapore dan Dolar Hong Kong. Sekarang saya baru
merasakan betapa lemahnya Rupiah, hingga uang yang tadinya berjumlah cukup
banyak (cukup banyak untuk membiayai gigi tiruan jembatan 3 unit) bernilai
beberapa helai saja. Kami akan berangkat pukul 00.00 WIB menyewa sebuah mobil
ke Bandara Juanda. “Jangan lupa ya Ta, nyalakan alarm, jangan sampe telat, kita
berangkat jam 12 tet!!!” Oliv sudah memperingatkan saya, saya
manggut-manggut aja karena udah ngantuk banget. Sepulang dari Oliv, saya masih
harus beli beberapa perbekalan karena jelas di Hong Kong nanti akan sulit
bertemu makanan halal. Tidur baru pukul 10 maka hasilnya sudah dapat saya
prediksi, saya kecapekan sebelum berangkat perang, handphone saya meraung-raung
pukul 12 kurang 5 menit. Dan akhirnya saya berangkat tanpa mandi (fortunately
sebelum tidur saya udah mandi) mata masih merem-melek, langsung ganti baju-angkat
koper-lari nyegat mobil. Jalanan Malang pukul 00.00 seperti gadis pingitan yang
hening tak berkata-kata. Satu-satunya yang masih terdengar riuhnya hanya angin
yang menggerakkan baliho diseberang saya. Sepi banget. Cuma saya dan seonggok
koper. Sebuah mobil avanza hitam terhenti tepat di hadapan saya, laki-laki
botak berkemeja krem menyapa saya dan langsung menyambut koper saya.
Ringan saja begitu, tanpa banyak upaya, padahal koper saya adalah 12 kg.
Perokok kronis pastinya, terlihat dari bibirnya yang kehitaman, usianya sekitar
50 tahunan dan saya rasa beliau sudah lama bekerja sebagai supir malam hari
karena yang beliau kenakan hanya kemeja krem berlengan pendek tanpa jaket (science
of deduction-efek samping nonton sherlock Holmes). Sebelum ke Juanda, kami
menjemput oliv di rumahnya. Oliv yang mengenakan dress hitam dengan rompi
senada tengah bersiap dengan semua survival-equipment nya. Saya
dipersilakan minum teh dulu, dan pak sopir dipersilakan minum kopi dulu.
Setelah berpamitan kami meluncur ke Juanda. Singkat cerita, Pak sopir
berkenalan dengan kami dan menceritakan bahwa beliau memang sudah 20 tahun
menjadi supir, supir malam tepatnya, karena lebih baik menghindari
kemacetan dan polusi. Di sepanjang perjalanan mata saya pedih sekali, tapi Oliv
terus mengajak ngobrol tentang dunia perkoass-an, dan dia bertanya "Ta,
ini kita beneran ke Hong Kong?" saya jawab langsung "Ngga liv, kita
mampir bentar di juanda, foto2 bentar, terus balik ngo-ass ke RSP" kami
terkekeh. Hanya 3 jam kami sudah sampai di Juanda. Bahkan untuk check in
pun belum di buka pintu masuknya. Yaudalah, duduk aja dulu sembari nunggu
Ibu-Ayah yang katanya mau nganterin anaknya mau ke luar negeri hehehe they’re
superbly excited. Beberapa menit kemudian Ayah Ibu Pakdhe dan Budhe saya
datang (saya lega keluarga besar nggak ikut2 nganter, nanti kesannya saya mau
naik Haji.. T_T) Ibu membawakan nasi serundeng daging “Maem yang banyak biar
ndak masuk angin” saya (dipaksa) makan di depan mas-mas yang juga mau check in,
rasaya sungkan-sungkan gimana gitu (ini bandara apa warung makan). Sebelum
berangkat kami foto-foto dulu, Ibu tak henti-hentinya mendoakan kami dan
mengantarkan sampai ke dalam. Di tempat check in seorang petugas memeriksa
tiket ,menimbang koper kami, dan menandainya. Setelah itu kami beranjak ke
lantai 2 masih terlihat Ibu dan Ayah saya dadah-dadah so dramatic,
padahal sudah berulangkali saya katakan saya cuma 5 hari perginya, ya namanya
juga orang tua.
Lanjut, kemudian kami masuk ke area pemeriksaan barang bawaan kabin yang
melewati kotak dengan sensor yang dapat berbunyi jika terdapat benda tajam.
Gunting yang saya masukkan tas pun akhirnya di rampas, padahal tuh guntig mau
dipake pas nempelin poster, air putih juga tidak boleh karena dianggap
memberatkan. Kemudian kami mengantri di bagian imigrasi dimana akan ada
wawancara kecil dengan petugas. Saya ditanyai apa saja keperluan saya, selama
berapa hari, dan yang menggelitik “Apakah anda tahu jenis paspor anda untuk
TKI? ” saya jawab “iya, saya tahu” (kapan-kapan aja saya ceritakan). Dan
terakhir kami harus melewati pintu boarding pass untuk memastikan di gate
mana kami akan menunggu. Kami akhirnya menunaikan sholat subuh, sambil santai
menunggu penerbangan sekitar 1 jam lagi. Betul perhitungan Oliv, kemarin saya
agak mempertanyakan idenya untuk berangkat pukul 12 malam. Dia
memang anak ajaib (lho?!)
Kami duduk dan kembali mengabarkan ke orang tua bahwa kami sebentar lagi akan
berangkat (live report banget dah!) ibu oliv mengingat kami supaya tetap
menjaga sholat 5 waktu (sekali lagi, kami hanya 5 hari nggak di Indonesia, abis
itu kami pulang kok T__T) tapi yasudahlah namanya nasihat orang tua tetep harus
dipatuhi. Agaknya saya sedikit yakin, dalam pikiran ibu2 kami pasti
terlintas berita-berita menyeramkan tentang pesawat-pesawat naas yang berakhir
di headline koran nasional. Begitulah seorang Ibu, selalu dan selalu
mengkhawatirkan anaknya.
To be
continued...
Komentar
Posting Komentar