Impresi-impresi yang membentuk konstelasi #part1



Barangkali menjelajah ke luar negeri adalah keinginan hampir semua orang. Alasannya beragam, dari impian masa kecil hingga suatu tujuan yang direncanakan sedemikian sistematis. Betapa tidak, ketika  menjelajah ke berbagai tempat di belahan bumi yang lain, mendapati latar budaya yang baru, bertemu berbagai ras, suku, adat yang lain, kita akan menyelami sebuah ibrah  perjalanan dalam berbagai dimensi. Termasuk saya.  Karena saya muslim, tentu saya ingin pergi umroh dan Haji. Karena saya hobi baca novel Harry potter, saya keranjingan pengen pelesiran ke UK. Karena membaca buku travelling saya ingin sekali melihat megahnya Eiffel, betapa menjulangnya Al Burj-khalifa di Dubai, betapa angkuhnya tembok Cina, bagaimana riuhnya atmosfer kehidupan di  New York, USA dan banyak lagi (biasa, manusia banyak maunya hhe)

Namun, bagi mahasiswa kedokteran gigi yang masih harus bernegosiasi panjang dengan orang tua untuk membeli alat praktek seperti saya ini, melancong ke luar negeri dengan alasan hanya untuk “mencari Ibrah” atau “pengen refresh aja, sih” adalah sebuah keajaiban. Jika kata “keajaiban” dapat lebih positif maknanya ketimbang kata “tidak-mungkin”. Bukankah sebagai Muslim yang baik kita harus pandai menepis virus putus asa dalam jiwa kita?

Sejujurnya saya bukan orang yang mudah pesimis. Saya yakin nggak ada susahnya bagi Allah swt untuk mengabulkan keinginan hambaNya apalagi hanya melempar seseorang biar bisa “ke Luar negeri”. Nah jadi apa yang harus saya lakukan? Kebetulan cukup banyak rekan, kakak kelas saya di FK yang sudah berhasil ke luar negeri karena penelitiannya diikutkan sebuah kompetisi ilmiah. Kebetulan bulan Maret 2014 lalu saya kelar mengerjakan tugas akhir. Maka mulailah saya secara barbar browsing dengan keyword sakti “Call for Paper”  atau “International Scientific Competition” dan mengirim abstrak penelitian saya ke beberapa event seperti IADH(Berlin), HKIDEAS (Hong Kong), dan IADR (Turki). Penelitian ini kebetulan dikerjakan berkelompok. Saya dan tim meneliti efek gel getah batang pisang Ambon untuk menyembuhkan luka gingiva. Dua orang anggota tim saya telah berangkat ke Malaysia mengikuti oral presentation dan mendapat 1st-Runner-up.
Masa menunggu pengumuman lolos ini bertepatan dengan dimulainya kehidupan saya sebagai koas gigi. Alhamdulillah abstrak kami diterima di Berlin dan Hong Kong. Tentunya hati saya berdegub membayangkan saya akan presentasi secara oral di Berlin, sedangkan Hong Kong belum terlintas sekalipun saya akan bertandang kesana. Karena putaran luar mengharuskan saya berpindah-pindah dari satu puskesmas ke puskesmas lain, dari RS ke RS lain membuat saya sangat kesulitan mengurus paspor dan proposal pengajuan dana (dekanat, rektorat, dikti). Hal-hal seperti ini membutuhkan waktu, kesabaran, persistance. Akhirnya saya putuskan ambil yang Hong Kong, walaupun mungkin kurang prestige karena hanya poster presentation, tapi jika dihitung-hitung untuk mengurus visa schengen, mencari sponsor untuk tiket pesawat dan pembiayaan lain tidak akan dapat saya rampungkan. Belum lagi menunggu invitation letter untuk mengajukan proposal. Dalam keadaan menjalani pendidikan di luar kota dan rekan saya Oliv juga masih disibukkan dengan persiapan yudisiumnya, maka saya berusaha menyiapkan segalanya dalam waktu kurang dari 1 bulan. Namun yang Alhamdulilllah banget, rekan saya oliv ini seseorang yang super persistence dan solutif sehingga segalanya bisa diperjuangkan bersama. 

Acara HKIDEAS 2014 (Hong Kong International Dental Expo and Symposium) ini baru diadakan 4 kali, selain ada poster competition juga ada expo peralatan kedokteran gigi dan symposium yang materinya membuat saya tahan nafas saking senangnya. Saya baca di website HKIDEAS dan browsing apapun tentang Hong Kong. Rencananya kami akan izin tidak masuk koas selama 5 hari 21-25 Agustus 2014. Berangkat transit di Malaysia, di Hong Kong 3 hari dan pulangnya transit di Singapura. I’m excited!. Yang agak mengagetkan saya dan oliv adalah kami baru tahu pada H-3 tiga orang dosen pengajar kami yakni drg. Yuanita M.Kes, drg miftakhul cahyati Sp.PM dan drg .dyah nawang palupi M.Kes juga akan berangkat ke Hong Kong untuk mengikuti event yang sama (ceritanya saingan sama dosen sendiri LOL) 

Segala persiapannya kami eksekusi dengan detail, maklum baik saya maupun Oliv baru pertama kali ke luar negeri secara mandiri. Tanggal 20-nya selepas merampungkan urusan poster ukuran 0,9 x 1,4 m yang akan dipresentasikan, kami beranjak ke money changer diantarkan sahabat kami Provi, yang sebelumnya sudah pernah mengikuti event serupa. Uang yang kami tukarkan menjadi beberapa pecahan ringgit Malaysia, dolar Singapore dan Dolar Hong Kong. Sekarang saya baru merasakan betapa lemahnya Rupiah, hingga uang yang tadinya berjumlah cukup banyak (cukup banyak untuk membiayai gigi tiruan jembatan 3 unit) bernilai beberapa helai saja. Kami akan berangkat pukul 00.00 WIB menyewa sebuah mobil ke Bandara Juanda. “Jangan lupa ya Ta, nyalakan alarm, jangan sampe telat, kita  berangkat jam 12 tet!!!” Oliv sudah memperingatkan saya, saya manggut-manggut aja karena udah ngantuk banget. Sepulang dari Oliv, saya masih harus beli beberapa perbekalan karena jelas di Hong Kong nanti akan sulit bertemu makanan halal. Tidur baru pukul 10 maka hasilnya sudah dapat saya prediksi, saya kecapekan sebelum berangkat perang, handphone saya meraung-raung pukul 12 kurang 5 menit. Dan akhirnya saya berangkat tanpa mandi (fortunately sebelum tidur saya udah mandi) mata masih merem-melek, langsung ganti baju-angkat koper-lari nyegat mobil. Jalanan Malang pukul 00.00 seperti gadis pingitan yang hening tak berkata-kata. Satu-satunya yang masih terdengar riuhnya hanya angin yang menggerakkan baliho diseberang saya. Sepi banget. Cuma saya dan seonggok koper. Sebuah mobil avanza hitam terhenti tepat di hadapan saya, laki-laki botak berkemeja krem menyapa saya dan langsung  menyambut koper saya. Ringan saja begitu, tanpa banyak upaya, padahal koper saya adalah 12 kg. Perokok kronis pastinya, terlihat dari bibirnya yang kehitaman, usianya sekitar 50 tahunan dan saya rasa beliau sudah lama bekerja sebagai supir malam hari karena yang beliau kenakan hanya kemeja krem berlengan pendek tanpa jaket (science of deduction-efek samping nonton sherlock Holmes). Sebelum ke Juanda, kami menjemput oliv di rumahnya. Oliv yang mengenakan dress hitam dengan rompi senada tengah bersiap dengan semua survival-equipment nya. Saya dipersilakan minum teh dulu, dan pak sopir dipersilakan minum kopi dulu. Setelah berpamitan kami meluncur ke Juanda. Singkat cerita, Pak sopir berkenalan dengan kami dan menceritakan bahwa beliau memang sudah 20 tahun menjadi supir,  supir malam tepatnya, karena lebih baik menghindari kemacetan dan polusi. Di sepanjang perjalanan mata saya pedih sekali, tapi Oliv terus mengajak ngobrol tentang dunia perkoass-an, dan dia bertanya "Ta, ini kita beneran ke Hong Kong?" saya jawab langsung "Ngga liv, kita mampir bentar di juanda, foto2 bentar, terus balik ngo-ass ke RSP" kami terkekeh. Hanya 3 jam kami sudah sampai di Juanda. Bahkan untuk check in pun belum di buka pintu masuknya. Yaudalah, duduk aja dulu sembari nunggu Ibu-Ayah yang katanya mau nganterin anaknya mau ke luar negeri hehehe they’re superbly excited. Beberapa menit kemudian Ayah Ibu Pakdhe dan Budhe saya datang (saya lega keluarga besar nggak ikut2 nganter, nanti kesannya saya mau naik Haji.. T_T) Ibu membawakan nasi serundeng daging “Maem yang banyak biar ndak masuk angin” saya (dipaksa) makan di depan mas-mas yang juga mau check in, rasaya sungkan-sungkan gimana gitu (ini bandara apa warung makan). Sebelum berangkat kami foto-foto dulu, Ibu tak henti-hentinya mendoakan kami dan mengantarkan sampai ke dalam. Di tempat check in seorang petugas memeriksa tiket ,menimbang koper kami, dan menandainya. Setelah itu kami beranjak ke lantai 2 masih terlihat Ibu dan Ayah saya dadah-dadah so dramatic, padahal sudah berulangkali saya katakan saya cuma 5 hari perginya, ya namanya juga orang tua.

       Lanjut, kemudian kami masuk ke area pemeriksaan barang bawaan kabin yang melewati kotak dengan sensor yang dapat berbunyi jika terdapat benda tajam. Gunting yang saya masukkan tas pun akhirnya di rampas, padahal tuh guntig mau dipake pas nempelin poster, air putih juga tidak boleh karena dianggap memberatkan. Kemudian kami mengantri di bagian imigrasi dimana akan ada wawancara kecil dengan petugas. Saya ditanyai apa saja keperluan saya, selama berapa hari, dan yang menggelitik “Apakah anda tahu jenis paspor anda untuk TKI? ” saya jawab “iya, saya tahu” (kapan-kapan aja saya ceritakan). Dan terakhir kami harus melewati pintu boarding pass untuk memastikan di gate mana kami akan menunggu. Kami akhirnya menunaikan sholat subuh, sambil santai menunggu penerbangan sekitar 1 jam lagi. Betul perhitungan Oliv, kemarin saya agak mempertanyakan idenya  untuk berangkat  pukul 12 malam. Dia memang anak ajaib (lho?!)
            Kami duduk dan kembali mengabarkan ke orang tua bahwa kami sebentar lagi akan berangkat (live report banget dah!) ibu oliv mengingat kami supaya tetap menjaga sholat 5 waktu (sekali lagi, kami hanya 5 hari nggak di Indonesia, abis itu kami pulang kok T__T) tapi yasudahlah namanya nasihat orang tua tetep harus dipatuhi.  Agaknya saya sedikit yakin, dalam pikiran ibu2 kami pasti terlintas berita-berita menyeramkan tentang pesawat-pesawat naas yang berakhir di headline koran nasional. Begitulah seorang Ibu, selalu dan selalu mengkhawatirkan anaknya. 

To be continued...


Komentar